Senin, 20 April 2020

Jejak Ulama Nusantara : Makam Mbah Maqom, Megawon Jati Kudus

Tabarruk lan Tawasul :

MBAH MAQOM

Dusun Wungu
Desa Megawon
Kecamatan Jati
Kabupaten Kudus
Provinsi Jawa Tengah

Ya Allah .. Ya Rabb ... Bu Wasilati "WALIYULLAH MBAH MAQOM"

Mugi Virus Corona jenengan angkat Sangkeng Indonesia Lan Sangkeng Dunia meniko. Kersanipun saget Hormat Bulan Suci Ramadhan

"INGIN TAU CERITANYA, SILAHKAN BISA BACA, BUKU JEJAK ULAMA NUSANTARA : HIKMAH DAN HIKAYAT TOKOH ISLAM KUDUS"

#LsmAqilaQuds
#AlmasBatrisyiaSembako
#H2SuksesMajuBarokah

Sabtu, 19 Maret 2016

MAKAM KI AGENG WOTAN LORAM WETAN JATI KUDUS

Sejarah Ki Ageng Wotan

Ki Ageng Wotan adalah prajurit Mataram yang dikirim menjadi Telik Sandi untuk mengawasi gerak gerik Arya Penangsang. Beliau memilih untuk tinggal di Loram, yang saat itu telah banyak dikunjungi pendatang dari luar Kudus agar keberadaannya tidak diketahui Arya Penangsang.

Namun suatu ketika keberadaan Ki Ageng Wotan diketahui oleh Ki Ageng Bareng Pakis, salah satu pengikut Arya Penangsang. Akhirnya keduanya bertempur di medan merang. Mereka sama-sama sakti dan hebat dalam menjalankan tugas masing-masing. Peperangan tersebut diakhiri dengan kekalahan keduanya. Mereka wafat di bawah pohon Gayam yang berada di belakang rumah Ki Ageng Wotan.

Karena Ki Ageng Wotan menyukai Gayam, dan beliau terkenal tampan maka lokasi tersebut hingga kini bernama Gayam Bagusan.

Sumber lain bercerita bahwa beliau berasal dari desa Wotan kota Pati, dan merupakan murid Sunan Tembayat. Beliau berlayar menyebarkan agama Islam hingga ke daerah Loram. Sesampainya di sungai besar, perahu Ki Ageng Wotan tidak sengaja menabrak jaringan burung milik Raden Bagus Mulyo Kusumo, putera dari Mbah Brojo Kusumo. Karena marah, R.B. Mulyo Kusumo pun bertengkar dengan Ki Ageng Wotan. Pertempuran tersebut membuat mereka berdua sakit dan akhirnya wafat. Ki Ageng Wotan dimakamkan di kompleks pemakaman Islam Gayam Loram Wetan dan R. B. Mulyo Kusumo dimakamkan di dekat daerah Pring Kuning, Loram Wetan.

Sumber :

Mengenal Ceritera Ceritera Rakyat dan Legenda 1989

Wawancara bersama Bapak Kasbi, juru kunci makam Ki Ageng Wotan

Sumber : #Ulya 
#ISK_info
















** HAUL BELIAU SETIAP MALAM 1 MUHARRAM.


*=>Rute menuju makam Ki Ageng Wotan:
GOR ke timur, ada Perempatan ke selatan kira-kira 300 meter-an, kanan jalan ada "MAKAM ISLAM GAYAM, disitulah makam beliau "KI AGENG WOTAN".

*^Monggo engkang badhe ziarah beliau, dengan niat "TAQORRUB ILALLAH". Moga saja kegiatan ZIAMA" ini bisa menjadi kegiatan rutin bersama keluarga dan kawan-kawan serta mohon selalu bimbingan, arahan, nasehat dan motivasinya sang guru.

Sabtu, 06 Februari 2016

MAKAM MBAH DIPOKUSUMO DAMARAN KOTA KUDUS

Berawal dari perjalanan dengan temen2, tiba-tiba terketuk hati untuk menziarahi makam beliau (ada suatu panggilan hati). Beliau adalah Sayyid Abdur Rahman bin Utsman yang terkenal dengan nama Mbah Dipo Kusumo. Makam beliau terletak di sebelah selatan rumah Dosen soho ustadz saya KH.M. Fauzul Hakim MA.g Fauzul Qudsy-banat, Al-Hafidl. Mbah Dipo Kusumo merupakan Waliyullah/ Cikal Bakal Desa Damaran Kec. Kota Kab. Kudus, beliau merupakan keturunan dari Mbah Sunan Kudus (Sayyid Ja'far Shodiq). Ada salah satu ulama' yang berpendapat, bahwa Sayyid Abdur Rahman bin Utsman ini adalah "PUTRANYA MBAH PUSPOYUDO SINGOPADON" dari jalur Panembahan Palembang (Putra Sunan Kudus). Makam Mbah Pusopoyudo Singopadon terletak di Dusun Singopadon, Desa Singocandi, Kec. Kota, Kab. Kudus.












*=>Rute menuju makam Mbah Dipokusumo:
Perempatan jember ke utara 100 meter, Dokter Hendy ambil kanan lurus 30 meter, ada perempatan gang kecil ambil kanan/ ke selatan 15 meter, gang kecil ambil kiri 10 meter (lihat kanan ada bangunan cat putih) atau sebelah barat Pondok Pesantren Al-Mubarokah Pengasuh KH. Sa'dullah Royani, disitulah makam beliau "MBAH DIPOKUSUMO".


*^Monggo engkang badhe ziarah beliau, dengan niat "TAQORRUB ILALLAH". Moga saja kegiatan ZIAMA" ini bisa menjadi kegiatan rutin bersama keluarga dan kawan-kawan serta mohon selalu bimbingan, arahan, nasehat dan motivasinya sang guru.

Rabu, 03 Februari 2016

MAKAM MBAH TOLCHAH BIN MACHIN BIN HASYIM

Di Dusun Krandon Desa Krandon penuh dengan tokoh masyarakat di zaman dahulu, seperti Mbah Machin, Mbah H. Boerhan, Mbah Jayin, Mbah H. Ahmad Fauzan, Mbah Tolhah, Bapak Moh. As'ad, dl. Sampai-sampai yang namanya Mbah H. Boerhan pernah tertulis namanya dalam kitabnya HABIB MUHAMMAD AL-KAFF (Abahnya Habib Ja'far), Mbah Boerhan kesuwur hordok (ampuh). Tetapi dalam kisah ini yang kami munculkan adalah MBAH TOLCHAH, Beliau merupakan tokoh di Krandon sekitar tahun 1950-an s.d. 1996. Keseharian beliau adalah mulang ngaji, ngimami masjid, tetapi tidak lupa dengan bekerja (buat sabuk, dompet kulit, dll). Beliau hidup pada zamannya Mbah Arwani, Mbah Hambali Sumardi, Mbah Ma'mun Ahmad, dll.

Beliau dalam mulang ngaji tanpa pamrih n tidak mengharapkan imbalan dari murid2nya. Mbah Kah (nama akrabnya) sering mendidik dan mengontrol setiap kegiatan anak-anaknya dari pagi sampai malam. Jikalau ada yang salah langsung di terus. Hal-hal yang sering di pejang kepada anak cucunya dan kegiatan beliau yang berkenang adalah:

1. Makanlah dengan tanganmu sendiri tanpa bantuan penghubung (yakni muluk) dan harus sopan (berbaju rapi, sarung dan memakai peci), jikalu anak-anaknya tidak mematuhi itu langsung ditegur;

2. Mandi taubat setiap di atas jam 3 fajar dengan memakai air yang masih asli dari sumur (langsung nimbo..bahasa jawanya);

3. Setiap mempunyai anak cucu, sehabis bayi lahir dan di mandiin terus di bawa ke masjid untuk di ajak muter masjid (besar kemungkinan itbak nabi karena beliau ketika lahir di ubengke ka'bah oleh kakeknya Abdul Mutholib). Hal yang dimaksud adalah agar anak cucunya menjadi orang yang ahli masjid/ ahli ibadah;

4. Ketika membuat sumur, sebelum digali..tanah yang mau dibangun itu sore hari dikasih daun pisang (godhong gedhang) secara merata, kemudian pagi harinya..tempat yang paling banyak "EMBUN"nya, disitulah "TEMPAT YANG BANYAK SUMBERNYA";

5. Mengajak anak cucunya ketika beliau mulang ngaji habis shubuh, Hal yang di maksud agar menjadi orang yang SHOLIH serta fasih & mahir membaca al Quran. Cucu beliau yang tertua dan serumah tempat tinggalnya adalah M Rikza Chamami, Mas Rikza sering kali di pangku beliau setiap habis shubuh untuk mengajar al Quran santri-santrinya. Bahkan Mbah Kah pernah mendoakan kepada mas Ik " Wes nang, mugo-mugo besuk nek gedhe dadi wong pinter lan sukses". Alhamdulillah, cespleng doa Mbah Kah ini untuk anak cucunya.

Mbah Kah tidak pernah mengeluh tentang kaeadaan rizqi yang ada di keluarga maupun mengeluh tentang sakit. Pada hari JUMU'AH bulan Robi'ul Awwal tahun 1417 H (Agustus 1996 M) beliau dipanggil mengahadap Sang Maha Kuasa. Semoga amal ibadah beliau diterima Allah, segala khilaf di ampuni-Nya serta di masukkan surganya Allah. Amin
Beliau dimakamkan di sedio luhur krapyak (sebelah utara pas pintu masuk makam yang sebelah timur)
 

 

 






^*=> Monggo engkang badhe ziarah beliau, dengan niat "TAQORRUB ILALLAH". Moga saja kegiatan ZIAMA" ini bisa menjadi kegiatan rutin bersama keluarga dan teman ( Mifrohul Hana Chamami ). Mohon selalu bimbingan, arahan, nasehat dan motivasinya dari sang guru.

Selasa, 02 Februari 2016

MAKAM MBAH PUSPOYUDO SINGOPADON KOTA KUDUS



Di Desa Singocandi terdapat dusun yang namanya menggetarkan jiwa n hati, yakni "SINGOPADON" (SINGA BICARA). Di dalam dusun Singopadon ini terdapat makam "MBAH PUSPOYUDO SINGOPADON", menurut Mbah Sya'roni beliau ini adalah "PRUKUL-nya MBAH SUNAN KUDUS" (Juru Gebok-nya/ Algojo). Pintu masuk menuju makam beliau terdapat 2 batu besar sebelah kanan kiri pintu, konon ceritanya 2 batu ini adalah perwujudan DUA SINGA (Singo putih dan Singo kuning).

Ada sebuah cerita: Ada seorang warga Desa Krandon Kudus yang setiap harinya hadlroh kepada Mbah Puspoyudo Singopadon, dalam suatu malam rumah warga Krandon ini akan di malingi orang. Tetapi apa yang terjadi ??? Maling itu lari terbirit-birit karena merasa di depan rumah ini dijaga “SINGA”. Masya Allah …. Akhirnya maling itu tidak jadi mengambil barang-barang di rumah itu. Informasi dari warga, banyak keturunan Mbah Puspoyudo Singopadon yang masih hidup sampai sekarang yang berada di sekitar makam beliau ini, bahkan yang ada di luar desa Singopadon Singocandi Kudus dan luar kota.

Banyak warga sekitar bercerita, bahwa Mbah Puspoyudo Singopadon itu “GALAK”. Ada beberapa cerita dari warga Singopadon tentang hal itu (1) Ada orang menebang pohon pring yang berada di atas makam beliau ini, tanpa minta ijin/ washilah dulu. Wal hasil “Orang yang menebang pohon pring ini beberapa hari kemudian meninggal dunia; (2) Baru saja terjadi di tahun 2015. Di sebelah utara makam beliau ini pohon besar yang di tebang. Ada seorang laki-laki yang mengambil kayu sedikit untuk di jadikan “AKIK”, Tetapi salahnya, orang laki-laki ini mengambil kayu itu tanpa minta ijin/ washilah dulu. Akhirnya “Orang yang yang mengambil kayu itu minggu depannya juga meninggal dunia; (3) Seorang sedang ziarah ke makam beliau, ketika pulang sambil membawa batu yang berada di atas makam tanpa “nembung/ izin” dulu. Malam hari harinya ada suata tanpa rupa “Tolong kembalikan batu tadi”. Setelah kejadian itu, keesokan harinya batu itu dikembalikan/ diserahkan kepada juru juru kuncinya. Pesan dari Tokoh masyarakat ataupun warga Singopadon adalah “HATI-HATI JIKALAU BERADA DI MAKAM MBAH PUSPOYUDO SINGOPADON DAN SEKITAR KOMPLEK MAKAM”. Makam Mbah Puspoyudo Singopadaon ini sering di ziarahi warga sekitar desa Singopadon, bahkan banyak dari luar kota (yang sering terjadi para peziarah luar kota biasanya pas malam hari (di atas pukul 22.00 WIB).

Ada versi lain menurut seorang ulama’ di Kudus:
Bahwa  Mbah Puspoyudo Singopadon adalah keturunan dari Mbah Sunan Kudus (Sayyid Ja’far Shodiq) dari jalur putra yang bernama “Panembahan Palembang”. Salah satu putra Mbah Puspoyudo Singopadon yang menjadi ulama’ di Kudus (yang merupakan Cikal Bakal Desa Damaran Kota Kudus) adalah “MBAH DIPOKUSUMO” atau Sayyid Abdur Rahman bin Utsman.



**** ADA VERSI LAIN JUGA, CERITA TENTANG SEJARAH MBAH PUSPOYUDO SINGOPADON ****



Alkisah pada jaman dulu ( penjajahan Belanda ) ± pada tahun 1660 di kota Kudus di perintah oleh seorang Bupati dari kerajaan Belanda. Pada waktu itu gunung Muria dan sekitarnya dilanda kerusahan yang menghebat. Perampokan, pembunuhan, peperangan-peperangan yang tak henti-hentinya, sehingga meresahkan penduduk. Karena hasil rampokan mereka makin lama makin menipis, maka tak ayal lagi jika kerusuhan menjalar ke kota Kudus. Akibatnya tentara kerajaan Belanda pun turun tangan dalam segi keamanannya. Namun karena para perusuh rupanya lebih lihai, lebih pemberani, disamping dibekali ilmu bela diri dan ilmu kesaktian yang tinggi dan tangguh dari pada tentara kerajaan Belanda, akhirnya penduduk tetap saja merasa resah dan dalam keraguan, sehingga tentara keamanan Belanda lumpuh total. Konon perusuh tersebut dikepalai oleh seorang jagoan/warok yang bernama Surowage. Dia kebal peluru maupun senjata tajam lainnya dan memiliki kesaktian yang tangguh. Kota Kudus tetap dilanda kerusuhan yang menghebat.

Pada suatu saat Bupati memanggil seorang prajurit kabupaten untuk menghadap. Prajurit itu bernama Sowijoyo (dalam sejarah cerita ini dia terkenal di panggil Pentul atau lengkapnya Sowijoyo Pentul), beliau ini sebagai prajurit sekaligus sebagai pendamping/penasehat bupati. Bupati berkata: “Pentul… kamu tahu bahwa kota Kudus dewasa ini dilanda kerusuhan, sehingga kepercayaan rakyat terhadap kewibawaan kita semakin luntur, bagaimana pendapatmu?”. Sowijoyo diam sejenak seraya menjawab: “ndoro tuan hamba mohon waktu 2 hari untuk berpikir”. “Baiklah” kata Bupati, “dan kuminta segera pertimbanganmu”. “Baik ndoro tuan”. Kemudian Sowijoyo bersemedi di rumahnya selama 2 hari, lalu menghadap lagi kepada Bupati. Kali ini Sowijoyo memberi jawaban yang positip, “ndoro tuan demi kewibawaan ndoro dan demi keamanan kota Kudus, kami sanggup dan akan berusaha demi rakyat untuk segera menumpas kerusuhan yang dipimpin oleh Surowage”. Bupati berkata: “Sowijoyo, jika ini benar–benar keputusanmu, saya merasa lega dan terima kasih atas keberanianmu dan saya berjanji kepadamu, jika engkau berhasil menangkap Surawage dan kawan–kawan hidup atau mati disertai bukti, maka kuhadiahkan kepadamu separo dari kota Kudus (seluas sigar semangka)”. “Sendiko gusti, namun hamba mohon waktu 40 hari untuk bertapa dulu”.

Syahdan, Sowijoyo menjalani tapa pendem ditanam di dalam tanah selam 40 hari, hanya kepala saja yang kelihatan dan hanya minum air putih. Selama menjalani tapa, mulai matahari terbit sampai terbenam selalu dipandangnya matahari, sehingga mata menjadi merah darah. Setelah 40 hari berakhir, lalu Sowijoyo bangun dari bertapa pendem dengan wajah lunglai, pucat pasi namun berwibawa. Setelah beberapa hari kekuatan pulih kembali, maka beliau menghadap kepada Bupati lagi, lalu berkata: “ndoro tuan, hamba siap dan mohon restu untuk berangkat menumpas perusuh”. Dengan diantar beberapa orang prajurit pengawal, Sowijoyo berangkat ke kaki gunung Muria tempat sarang Surowage. Terjadilah peperangan yang dahsyat antara Sowijoyo dan Surowage mereka beradu kesaktian, namun ini semua tak berarti bagi Sowijoyo. Dengan bekal kesaktiannya yang tangguh, Surowage dan kawan kawan tertangkap hidup-hidup dan dibawalah Surowage dan kawan-kawan menghadap Bupati di Kudus, akhirnya di hukum mati. Begitulah kota Kudus kembali menjadi aman dan damai.

Dengan berhasilnya pemulihan keamanan oleh Sowijoyo, maka berlangsunglah pesta upacara penyerahan hadiah yang telah dijanjikan oleh Bupati kepada Sowijoyo, yaitu separo dari kota Kudus, mulai dari batas kali Gelis ke barat, yang sampai saat ini dinamakan Kudus Kulon, sedangkan yang sebelah timur kali Gelis tetap di bawah kerajaan Belanda yang sampai kini dinamakan Kudus Wetan. Dan sebagai tanda penghormatan, Sowijoyo dinaikkan pangkatnya dari prajurit menjadi Adipati dengan gelar Pangeran dan bertahta di kampung Candi, Kudus Kulon dengan nama Pangeran Singopadon. Sampai hayatnya beliau disemayamkan di desa Candi (Singo Candi )

Demikianlah sekilas sejarah dari pokok asal-usul nama Pangeran Singopadon yang kami sadap dan kemudian kami susun dari nara sumber dari almarhumah Ibunda (1) Sukarmi Sumodihardjo putra keempat dari R Sutowijidjojo yang di desa Ngantenan/Barongan, meninggal pada tahun 1960 di Kudus. (2) Bude Siti Aminah Kartodirono putera pertama dari R Sutowidjojo yang bersemayam di desa Bareng Hadipolo, meninggal tahun 1957 di Bareng, yang di terima dari almarhum Mbah Sumodihardjo Klaling yang dibicarakan dengan Bude Aminah Kartodirono yang masih berjumpa belasan tahun yang telah lampau.
Tertanggal : Surakarta ,21 April 1987. Penyusun Darmoyono.
Catatan:
  1. Makam P Singopadon terdapat dikampung /desa Candi Kudus Kulon dan sampai kini masih terawat baik.
  2. Sejarah ringkas ini kami susun hanya sekedar untuk di Ketahui oleh para putra wayah dari nenek moyang kita dan di pakai untuk landasan jalinan ikatan keluarga Kudus agar tidak putus silaturahmi keluarga kita. Amin.

 
 
 
 
 
 
 
 

 
 


*=>Rute menuju maqom MBAH PUSPOYUDO SINGOPADON:
MA/ SMK Banak ke timur lurus, sampai ada perempatan masih lurus kira-kira 200 meter ada gang kecil batako ambil kiri/ ke utara (sebelum pertigaan), lurus 20 meter, disitulah makam beliau " MBAH PUSPOYUDO SINGOPADON ". Tepatnya di belakang Masjid Baitu Muqoddas Singopadon Singocandi Kudus.

*^Monggo engkang badhe ziarah beliau, dengan niat "TAQORRUB ILALLAH". Moga saja kegiatan ZIAMA" ini bisa menjadi kegiatan rutin bersama keluarga dan teman (Mifrohul Hana Chamami ). Mohon selalu bimbingan, arahan, nasehat dan motivasinya dari sang guru.